Perceraian
adalah peristiwa yang dihalalkan dalam sebuah perkawinan. Hal ini
terjadi karena tujuan mulia dari sebuah perkawinan itu sendiri tidak
dapat tercapai karena sebab-sebab tertentu, sehingga perceraian menjadi
jalan keluar terakhir dan terbaik yang dipilih.
Perceraian
dalam pengadilan agama dapat diajukan dalam dua kategori permohonan.
Pertama permohonan cerai talak, yaitu permohonan yang diajukan oleh
pihak suami; dan yang kedua
permohonan cerai gugat (gugat cerai) yaitu permohonan yang diajukan oleh pihak istri, dimana pengadilan akan memeriksa dan memutus suatu permohonan perceraian berdasarkan hal-hal / alasan-alasan yang telah ditentukan oleh undang-undang disertai dengan bukti-bukti
dan setelah mendengar keterangan saksi-saksi. Selama pemeriksaan perkara hakim berkewajiban untuk mendamaikan kedua belah pihak dalam setiap tahap pemeriksaan.
permohonan cerai gugat (gugat cerai) yaitu permohonan yang diajukan oleh pihak istri, dimana pengadilan akan memeriksa dan memutus suatu permohonan perceraian berdasarkan hal-hal / alasan-alasan yang telah ditentukan oleh undang-undang disertai dengan bukti-bukti
dan setelah mendengar keterangan saksi-saksi. Selama pemeriksaan perkara hakim berkewajiban untuk mendamaikan kedua belah pihak dalam setiap tahap pemeriksaan.
Undang-undang
telah memberikan beberapa point mengenai alasan-alasan yang mendasari
diajukannya permohonan perceraian. Pasal 116 kompilasi hukum islam
menyebutkan bahwa percraian dapat diajukan karena sebab-sebab sebagai
berikut, yaitu jika :
- salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
- salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
- salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
- salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
- salah satu pihak mendapat cacat badab atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;
- antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
- Suami melanggar taklik talak;
- peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.
Selanjutnya
dalam Pasal 148 ditambahkan satu alasan lagi yaitu yang disebut khuluk.
Khuluk yaitu permohonan perceraian yang diajukan oleh seorang istri
terhadap suaminya dengan memberikan sejumlah tebusan (iwadl). Jika
seorang suami atau istri tidak mendapatkan tujuan disyariatkannya
menikah boleh dia melakukan perceraian atau pisah (khulu’). Diantara
bentuk tidak tercapai maksud dari disyariatkannya menikah yaitu seperti
ketika seorang isteri merasa tidak senang dengan suaminya baik secara
fisik atau akhlaqnya sehingga dia merasa khawatir tidak dapat memenuhi
hak suaminya di dalam kehidupan rumah tangganya tersebut. Akibat dari
khulu’ yaitu tidak adanya ruju’ bagi seorang suami dari seorang istri
yang telah pisah dengan sebab khulu’. Jika dia menginginkan kembali
kepada isterinya maka harus dengan akad dan pernikahan yang baru. Akibat
lain dari penetapan khulu’ ini adalah tidak adanya upaya hukum banding
maupun kasasi yang dapat dilakukan.
Barangkali
pula ada hal-hal lain yang tidak termuat dalam pasal sebagaimana
tersebut di atas, tetapi cukuplah jika permohonan perceraian itu
diajukan atas dasar tidak tercapainya kehidupan rumah tangga yang
harmonis dan bahagia disebabkan karena hal-hal sebagaimana tersebut
diatas.
0 komentar:
Posting Komentar