Si Polan sejak usia 5 tahun ternyata sudah
melakukan ibadah puasa penuh selama 1 bulan. Tetapi si Udin dengan usia yang
sama, jangankan untuk berpuasa terlambat makan sebentar saja sudah berteriak
keras sekali. Ibadah yang cukup berat ini dilakukan baik oleh keinginan sendiri
ataupun karena keinginan orangtua. Bagaimana merencanakan dan membimbing anak
dalam melakukan ibadah puasa tanpa harus mengganggu perkembangan dan pertumbuhan
anak?
Memasuki bulan ramadhan, anak belum akil baliq tidak termasuk umat yang diwajibkan berpuasa. Tetapi pada kenyataannya banyak anak pra akil baliq sudah berpuasa "penuh" layaknya orang dewasa. Periode akil baliq biasanya terjadi saat anak sudah mulai masa pubertas atau sekitar usia 12 tahun. Anak perempuan akan mendapat menstruasi dan payudara mulai berkembang. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, bentuk fisik berubah secara cepat, dan sudah mengalami peristiwa "mimpi basah". Sejak saat inilah anak diwajibkan untuk berpuasa.
Banyak orang tua beralasan dalam mendidik beribadah khususnya puasa harus dilakukan secara dini dan bertahap. Tak jarang puasa sudah dikenalkan pada anak sejak usia 6 atau 7 tahun meskipun baru puasa setengah hari. Menurut perspektif agama Islam bila ibadah termasuk yang tidak wajib boleh dilakukan asalkan mampu dan tidak dipaksakan. Bila ditinjau dalam bidang kesehatan tampaknya puasa juga mungkin bisa dilakukan oleh anak usia pra akil baliq tetapi harus cermat dipertimbangkan kondisi dan keterbatasan kemampuan anak.
Kondisi psikobiologis anak memang berbeda dengan dewasa dalam melakukan ibadah puasa. Meskipun belum banyak dilakukan penelitian dilakukan terhadap pengaruh berpuasa pada anak dikaitkan dengan aspek kesehatan dan tumbuh kembang anak. Sejauh ini belum pernah dilaporkan seorang anak yang mengalami gangguan yang berat akibat puasa.
FAKTOR PSIKOBIOLOGIS
Aspek kesehatan secara psikobiologis anak usia sebelum akil baliq dapat ditinjau dari aspek tumbuh kembang anak dan fungsi biologis. Aspek perkembangan meliputi perkembangan psikologis seperti perkembangan emosional, perkembangan moral dan perilaku lainnya. Fungsi biologis meliputi aspek fisiologis tubuh, metabolisme tubuh, kemampuan fungsi organ dan sistem tubuh.
Dari aspek perkembangan khususnya kecerdasan dalam periode ini anak mulai banyak melihat dan bertanya. Fantasinya berkurang karena melihat kenyataan, ingatan kuat daya kritis mulai tumbuh, ingin berinisiatif dan bertanggung jawab.
Perkembangan rohani pemikiran tentang Tuhan sudah mulai timbul. Anak sudah mulai dapat memisahkan konsep pikiran tentang Tuhan dengan orangtuanya. Tetapi pemahaman tentang konsep ini masih terbatas, bahwa Tuhan itu ada. Demikian pula dalam perkembangan moral, pada periode ini pemahaman konsep baik dan buruk masih sederhana. Makna pemahaman ini hanya sebatas sekedar tahu. Artinya kenapa kewajiban agama dan kebaikan perilaku harus dilakukan belum dipahami secara sempurna. Sehingga dalam melakukan ibadah puasa juga lebih dilatarbelakangi karena faktor fisik tidak dipahami secara moral.
Kalaupun moral berperanan lebih dari sekedar hubungan manusia dan manusia. Niat ibadah puasa dikerjakan berdasarkan pengaruh hubungan keluarga atau lingkungan. Misalnya, anak berpuasa karena teman sekelas atau sepermainan sudah berpuasa. Atau, bila berpuasa penuh akan mendapat hadiah dari orang tua.
Dalam aspek biologis kondisi fisiologis tubuh khususnya metabolisme tubuh, fungsi hormonal dan fungsi sistem tubuh usia anak berbeda dengan usia dewasa. Bila aktifitas berpuasa merupakan beban yang tidak sesuai dengan kondisi fisiologis anak dapat berakibat mengganggu tumbuh dan berkembangnya anak. Demikian pula dalam hal mekanisme sistem imun atau pertahanan tubuh anak dan dewasa berbeda. Ketahanan anak dalam merespon masuknya penyakit dalam tubuh lebih lemah.
PERUBAHAN KONDISI TUBUH SAAT BERPUASA
Beberapa penelitian menyebutkan sebenarnya tidak terdapat perbedaan yang berarti saat berpuasa dibandingkan saat tidak berpuasa. Puasa saat Ramadan tidak mempengaruhi secara drastis metabolism lemak, karbihidrat dan protein. Meskipun terjadi peningkatan serum uria dan asam urat sering terjadi saat terjadi dehidrasi ringan saat puasa.
Saat berpuasa ternyata terjadi peningkatan HDL and apoprotein A1, dan penurunan LDL ternyata sangat bermanfaat bagi kesehatan jantung dan pembuluh darah. Beberapa the penelitian "chronobiological" menunjukkan saat puasa ramadan berpengaruh terhadap ritme penurunan distribusi sirkadian dari suhu tubuh, hormon kortisol, melatonin dan glisemia.
Ritme dan kualitas jam tidur malam, dan kewaspadaan sehari-hari dan kemampuan psikomotor cederung berkurang.
Hal inilah yang mengakibatkan peningkatan resiko terjadinya kecelakaan pada anak seperti terjatuh, terpeleset atau kecelakaan saat mengendarai sepeda. Resiko ini semakin meningkat pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan kesimbangan, regulasi dan koordinasi.
PERENCANAAN IBADAH PUASA PADA USIA ANAK
Melihat kondisi psikobiologis dan perubahan fisiologi tubuh saat puasa khususnya pada usia anak tertentu sebaiknya dilakukan tahapan waktu disesuaikan dengan usia dan kemamuan mental anak. Tahapan waktu mungkin bisa dilakukan dengan puasa setengah hari pada usia di bawah enam tahun. Di atas usia enam tahun mungkin diperkenalkan puasa penuh saat awal dan akhir puasa yang secara bertahap dilakukan penambahan jumlah puasa yang penuh. Tahapan waktu tersebut harus disesuaikan dengan mental seorang anak. Seorang anak berusia 5 tahun yang mempunyai motivasi yang tinggi dan bermental kuat mungkin dapat berpuasa penuh. Tetapi anak lain yang bahkan dengan usia 2 tahun di atasnya mungkin untuk satu hari berpuasa penuh sudah merupakan siksaan yang luar biasa.
Saat berpuasa pembelanjaran mental adalah pengalaman penting yang dapat berguna dalam pembinaan moral dan mental anak. Faktor mental inilah yang tampaknya sangat berperanan penting dalam keberhasilan pelkaksanaan ibadah puasa seorang anak. Mental setiap anak berbeda dengan anak lainnya dalam melakukan ibadah puasa. Anak dengan tipe mental baja atau yang jarang mengeluh berbeda dengan anak yang bernyali rendah. Meskipun dengan kondisi fisik yang tidak optimal ternyata dapat bertahan baik untuk menutupi kelemahan fisik saat puasa. Kadang hanya dengan memotivasi dan mensuport mental anak dengan pujian maka kendala fisik dalam berpuasa dapat diabaikan.
Sebaiknya dalam memotivasi mental anak tersebut bukan dengan paksaan yang dapat berakibat tergangguanya psikologis anak. Tekanan psikologis inilah dapat memperberat beban fisik yang sudah terjadi saat menjalani ibadah puasa pada anak.
Kegiatan puasa berpengaruh terhadap perkembangan emosi, perkembangan moral dan perkembangan psikologis anak. Tidak dapat disangkal lagi bahwa ibadah puasa mempunyai pengaruh positif terhadap pendidikan perkembangan anak. Tetapi harus diwaspadai bahwa aktifitas puasa juga dapat berpengaruh negatif bila tidak mempertimbangkan kondisi psikologi anak. Hal ini terjadi bila ibadah ini dilakukan dengan paksaan dan ancaman. Dalam keadaan normal emosi dan perilaku anak sangat tidak stabil. Saat puasa yang dalam kondisi lapar dan haus akan sangat mempengaruhi kestabilan emosi dan perilaku anak.
Mengingat fungsi psikobiologis anak berbeda dengan dewasa, maka harus dicermati pengaruh puasa terhadap anak. Pengaruh negatif yang harus diwaspadai adalah berkurangnya jam tidur anak. Saat bulan ramadhan jadwal aktifitas anak berbeda dengan sebelumnya. Dalam bulan tersebut aktifitas anak bertambah dengan kegiatan sholat tarawih, makan sahur atau kegiatan pesantren kilat. Bila jam tidur ini berkurang atau berbeda dengan sebelumnya akan mempengaruhi keseimbangan fisiologis tubuh yang sebelumnya sudah terbentuk. Gangguan keseimbangan fisiologis tubuh ini akan berakibat menurunkan fungsi kekebalan tubuh yang berakibat anak mudah sakit. Sebaiknya orang tua harus ikut merencanakan dan mamantau jadwal aktifitas anak termasuk jam tidur anak dengan cermat. Pada usia pra akil baliq kebutuhan tidur anak secara normal berkisar antara 10-12 jam per hari, dengan rician malam hari 10 jam siang hari 1-2 jam. Dalam bulan ramadan orang tua hendaknya dapat memodifikasi jadwal tidur ini dengan baik.
Pengaruh lain yang harus diamati adalah pengaruh asupan gizi pada anak. Jumlah, jadwal dan jenis gizi yang diterima akan berbeda dengan saat sebelum puasa. Dalam hal jumlah mungkin terjadi kekurangan asupan kalori, vitamin dan mineral yang diterima anak. Aktifitas yang bertambah ini juga akan meningkatkan kebutuhan kalori, vitamin dan mineral lainnya. Padahal saat puasa relatif pemenuhan kebutuhan kalori lebih rendah. Bila keseimbangan asupan gizi terganggu dapat menurunkan fungsi kekebalan tubuh sehingga anak mudah terserang penyakit. Dalam keadaan seperti ini tampaknya pemberian suplemen vitamin cukup membantu. Parameter yang paling mudah untuk melihat asupan kalori cukup adalah dengan memantau berat badan anak. Bila berat badan anak tetap atau meningkat mungkin puasa dapat dilanjutkan. Tetapi bila berat badan menurun drastis dalam jangka pendek sebaiknya puasa harus dihentikan.
Demikian pula dengan jenis asupan gizi yang diterima. Variasi dan jumlah makanan yang didapatkan saat bulan puasa akan berbeda dengan sebelumnya. Saat bulan puasa variasi makanan yang tersedia biasanya lebih banyak. Pada penderita alergi pada jenis makanan tertentu harus diwaspadai karena dapat berpengaruh terhadap gangguan kesehatan. Menurut pengalaman praktek sehari-hari kasus alergi makanan pada anak cenderung meningkat saat bulan puasa. Sebaiknya orangtua menghindari jenis makanan ringan kemasan yang mengandung bahan pengawet dan beraroma rasa atau warna yang kuat. Minuman bersoda dan sangat pedas sebaiknya dihindarkan. Mulailah berbuka dengan bahan makanan dan minuman pembuka yang manis. Pemilihan makanan yang berkalori dan karbohidrat tinggi saat sahur lebih utama. Secara umum prinsip pemilihan menu makanan dengan gizi yang cukup dan seimbang harus diutamakan.
YANG HARUS DIWASPADAI PADA ANAK
Kondisi umum yang harus diwaspadai dalam melakukan puasa pada anak adalah anak yang mudah sakit (mengalami infeksi berulang), gangguan pertumbuhan, penyakit alergi atau asma serta gangguan perilaku (Autis, ADHD dll). Kegemukan apada anak juga merupakan kondisi yang harus diwaspadai. Pada penderita kegemukan pada anak seringkali terjadi perbedaan komposisi kesimbangan cairan tubuh dan perbedaan fungsi tubuh lainnya. Bila perlu pada kondisi tertentu sebaiknya dilakukan konsultasi ulang pada dokter anak sebelum melakukan ibadah puasa.
Keadaan yang harus dihindari berpuasa pada anak akil baliq adalah penyakit infeksi akut (batuk, pilek, panas), infeksi kronis (tuberkulosis dll), penyakit bawaan gangguan metabolisme, jantung, ginjal, kelainan darah dan keganasan. Meskipun infeksi akut virus seperti batuk, pilek atau panas yang dialami ringan, bila kondisi tubuh turun seperti berpuasa akan menimbulkan resiko komplikasi yang berat.
Pengeluaran kalori yang tinggi pada anak sering diakibatkan pada aktifitas bermain harus disesuaikan dengan kondisi saat berpuasa. Tidak seperti pada manusia dewasa, pada umumnya anak masih belum bisa menakar kemampuan tubuh dan aktifitas sehari-hari. Dalam melakukan aktifitas pada usia anak hanya didominasi kesenangan dan keasyikan bermain. Sebaiknya orangtua membantu mencari kegiatan dan permainan yang sesuai dengan kondisi tubuh saat berpuasa. Sebaiknya dicari permainan yang lokasinya berada di dalam gedung atau tempat teduh, dan saat sore hari menjelang berbuka. Permainan yang menyita tenaga lebih sebaikknya dihindarkan. Peningkatan aktifitas belanja di pusat perbelanjaan saat menjelang lebaran, meskipun tampaknya ringan ternyata sangat menyita energi. Hal ini terjadi karena pengaruh situasi yang nyaman saat belanja. Sebaiknya anak tidak diikutsertakan dalam kegaiatan ini, kalaupun ikut dicari waktu setelah buka puasa.
PENUTUP
Puasa pada anak mungkin dapat dilakukan tetapi harus cermat memperhatikan kondisi normal psikobiologisnya. Sedangkan kondisi psikobiologis setiap anak berbeda dan tidak dapat disamakan. Bila kondisi itu tidak diperhatikan maka puasa merupakan beban bagi mental dan fisik anak. Selanjutnya akan berakibat mengganggu tumbuh kembang anak. Tetapi bila puasa dilakukan dengan mempertimbangkan dengan cermat kondisi anak maka dapat merupakan pendidikan terbaik bagi perkembangan moral dan emosi anak. Buah hatiku, selamat menjalani ibadah puasa.
Memasuki bulan ramadhan, anak belum akil baliq tidak termasuk umat yang diwajibkan berpuasa. Tetapi pada kenyataannya banyak anak pra akil baliq sudah berpuasa "penuh" layaknya orang dewasa. Periode akil baliq biasanya terjadi saat anak sudah mulai masa pubertas atau sekitar usia 12 tahun. Anak perempuan akan mendapat menstruasi dan payudara mulai berkembang. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, bentuk fisik berubah secara cepat, dan sudah mengalami peristiwa "mimpi basah". Sejak saat inilah anak diwajibkan untuk berpuasa.
Banyak orang tua beralasan dalam mendidik beribadah khususnya puasa harus dilakukan secara dini dan bertahap. Tak jarang puasa sudah dikenalkan pada anak sejak usia 6 atau 7 tahun meskipun baru puasa setengah hari. Menurut perspektif agama Islam bila ibadah termasuk yang tidak wajib boleh dilakukan asalkan mampu dan tidak dipaksakan. Bila ditinjau dalam bidang kesehatan tampaknya puasa juga mungkin bisa dilakukan oleh anak usia pra akil baliq tetapi harus cermat dipertimbangkan kondisi dan keterbatasan kemampuan anak.
Kondisi psikobiologis anak memang berbeda dengan dewasa dalam melakukan ibadah puasa. Meskipun belum banyak dilakukan penelitian dilakukan terhadap pengaruh berpuasa pada anak dikaitkan dengan aspek kesehatan dan tumbuh kembang anak. Sejauh ini belum pernah dilaporkan seorang anak yang mengalami gangguan yang berat akibat puasa.
FAKTOR PSIKOBIOLOGIS
Aspek kesehatan secara psikobiologis anak usia sebelum akil baliq dapat ditinjau dari aspek tumbuh kembang anak dan fungsi biologis. Aspek perkembangan meliputi perkembangan psikologis seperti perkembangan emosional, perkembangan moral dan perilaku lainnya. Fungsi biologis meliputi aspek fisiologis tubuh, metabolisme tubuh, kemampuan fungsi organ dan sistem tubuh.
Dari aspek perkembangan khususnya kecerdasan dalam periode ini anak mulai banyak melihat dan bertanya. Fantasinya berkurang karena melihat kenyataan, ingatan kuat daya kritis mulai tumbuh, ingin berinisiatif dan bertanggung jawab.
Perkembangan rohani pemikiran tentang Tuhan sudah mulai timbul. Anak sudah mulai dapat memisahkan konsep pikiran tentang Tuhan dengan orangtuanya. Tetapi pemahaman tentang konsep ini masih terbatas, bahwa Tuhan itu ada. Demikian pula dalam perkembangan moral, pada periode ini pemahaman konsep baik dan buruk masih sederhana. Makna pemahaman ini hanya sebatas sekedar tahu. Artinya kenapa kewajiban agama dan kebaikan perilaku harus dilakukan belum dipahami secara sempurna. Sehingga dalam melakukan ibadah puasa juga lebih dilatarbelakangi karena faktor fisik tidak dipahami secara moral.
Kalaupun moral berperanan lebih dari sekedar hubungan manusia dan manusia. Niat ibadah puasa dikerjakan berdasarkan pengaruh hubungan keluarga atau lingkungan. Misalnya, anak berpuasa karena teman sekelas atau sepermainan sudah berpuasa. Atau, bila berpuasa penuh akan mendapat hadiah dari orang tua.
Dalam aspek biologis kondisi fisiologis tubuh khususnya metabolisme tubuh, fungsi hormonal dan fungsi sistem tubuh usia anak berbeda dengan usia dewasa. Bila aktifitas berpuasa merupakan beban yang tidak sesuai dengan kondisi fisiologis anak dapat berakibat mengganggu tumbuh dan berkembangnya anak. Demikian pula dalam hal mekanisme sistem imun atau pertahanan tubuh anak dan dewasa berbeda. Ketahanan anak dalam merespon masuknya penyakit dalam tubuh lebih lemah.
PERUBAHAN KONDISI TUBUH SAAT BERPUASA
Beberapa penelitian menyebutkan sebenarnya tidak terdapat perbedaan yang berarti saat berpuasa dibandingkan saat tidak berpuasa. Puasa saat Ramadan tidak mempengaruhi secara drastis metabolism lemak, karbihidrat dan protein. Meskipun terjadi peningkatan serum uria dan asam urat sering terjadi saat terjadi dehidrasi ringan saat puasa.
Saat berpuasa ternyata terjadi peningkatan HDL and apoprotein A1, dan penurunan LDL ternyata sangat bermanfaat bagi kesehatan jantung dan pembuluh darah. Beberapa the penelitian "chronobiological" menunjukkan saat puasa ramadan berpengaruh terhadap ritme penurunan distribusi sirkadian dari suhu tubuh, hormon kortisol, melatonin dan glisemia.
Ritme dan kualitas jam tidur malam, dan kewaspadaan sehari-hari dan kemampuan psikomotor cederung berkurang.
Hal inilah yang mengakibatkan peningkatan resiko terjadinya kecelakaan pada anak seperti terjatuh, terpeleset atau kecelakaan saat mengendarai sepeda. Resiko ini semakin meningkat pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan kesimbangan, regulasi dan koordinasi.
PERENCANAAN IBADAH PUASA PADA USIA ANAK
Melihat kondisi psikobiologis dan perubahan fisiologi tubuh saat puasa khususnya pada usia anak tertentu sebaiknya dilakukan tahapan waktu disesuaikan dengan usia dan kemamuan mental anak. Tahapan waktu mungkin bisa dilakukan dengan puasa setengah hari pada usia di bawah enam tahun. Di atas usia enam tahun mungkin diperkenalkan puasa penuh saat awal dan akhir puasa yang secara bertahap dilakukan penambahan jumlah puasa yang penuh. Tahapan waktu tersebut harus disesuaikan dengan mental seorang anak. Seorang anak berusia 5 tahun yang mempunyai motivasi yang tinggi dan bermental kuat mungkin dapat berpuasa penuh. Tetapi anak lain yang bahkan dengan usia 2 tahun di atasnya mungkin untuk satu hari berpuasa penuh sudah merupakan siksaan yang luar biasa.
Saat berpuasa pembelanjaran mental adalah pengalaman penting yang dapat berguna dalam pembinaan moral dan mental anak. Faktor mental inilah yang tampaknya sangat berperanan penting dalam keberhasilan pelkaksanaan ibadah puasa seorang anak. Mental setiap anak berbeda dengan anak lainnya dalam melakukan ibadah puasa. Anak dengan tipe mental baja atau yang jarang mengeluh berbeda dengan anak yang bernyali rendah. Meskipun dengan kondisi fisik yang tidak optimal ternyata dapat bertahan baik untuk menutupi kelemahan fisik saat puasa. Kadang hanya dengan memotivasi dan mensuport mental anak dengan pujian maka kendala fisik dalam berpuasa dapat diabaikan.
Sebaiknya dalam memotivasi mental anak tersebut bukan dengan paksaan yang dapat berakibat tergangguanya psikologis anak. Tekanan psikologis inilah dapat memperberat beban fisik yang sudah terjadi saat menjalani ibadah puasa pada anak.
Kegiatan puasa berpengaruh terhadap perkembangan emosi, perkembangan moral dan perkembangan psikologis anak. Tidak dapat disangkal lagi bahwa ibadah puasa mempunyai pengaruh positif terhadap pendidikan perkembangan anak. Tetapi harus diwaspadai bahwa aktifitas puasa juga dapat berpengaruh negatif bila tidak mempertimbangkan kondisi psikologi anak. Hal ini terjadi bila ibadah ini dilakukan dengan paksaan dan ancaman. Dalam keadaan normal emosi dan perilaku anak sangat tidak stabil. Saat puasa yang dalam kondisi lapar dan haus akan sangat mempengaruhi kestabilan emosi dan perilaku anak.
Mengingat fungsi psikobiologis anak berbeda dengan dewasa, maka harus dicermati pengaruh puasa terhadap anak. Pengaruh negatif yang harus diwaspadai adalah berkurangnya jam tidur anak. Saat bulan ramadhan jadwal aktifitas anak berbeda dengan sebelumnya. Dalam bulan tersebut aktifitas anak bertambah dengan kegiatan sholat tarawih, makan sahur atau kegiatan pesantren kilat. Bila jam tidur ini berkurang atau berbeda dengan sebelumnya akan mempengaruhi keseimbangan fisiologis tubuh yang sebelumnya sudah terbentuk. Gangguan keseimbangan fisiologis tubuh ini akan berakibat menurunkan fungsi kekebalan tubuh yang berakibat anak mudah sakit. Sebaiknya orang tua harus ikut merencanakan dan mamantau jadwal aktifitas anak termasuk jam tidur anak dengan cermat. Pada usia pra akil baliq kebutuhan tidur anak secara normal berkisar antara 10-12 jam per hari, dengan rician malam hari 10 jam siang hari 1-2 jam. Dalam bulan ramadan orang tua hendaknya dapat memodifikasi jadwal tidur ini dengan baik.
Pengaruh lain yang harus diamati adalah pengaruh asupan gizi pada anak. Jumlah, jadwal dan jenis gizi yang diterima akan berbeda dengan saat sebelum puasa. Dalam hal jumlah mungkin terjadi kekurangan asupan kalori, vitamin dan mineral yang diterima anak. Aktifitas yang bertambah ini juga akan meningkatkan kebutuhan kalori, vitamin dan mineral lainnya. Padahal saat puasa relatif pemenuhan kebutuhan kalori lebih rendah. Bila keseimbangan asupan gizi terganggu dapat menurunkan fungsi kekebalan tubuh sehingga anak mudah terserang penyakit. Dalam keadaan seperti ini tampaknya pemberian suplemen vitamin cukup membantu. Parameter yang paling mudah untuk melihat asupan kalori cukup adalah dengan memantau berat badan anak. Bila berat badan anak tetap atau meningkat mungkin puasa dapat dilanjutkan. Tetapi bila berat badan menurun drastis dalam jangka pendek sebaiknya puasa harus dihentikan.
Demikian pula dengan jenis asupan gizi yang diterima. Variasi dan jumlah makanan yang didapatkan saat bulan puasa akan berbeda dengan sebelumnya. Saat bulan puasa variasi makanan yang tersedia biasanya lebih banyak. Pada penderita alergi pada jenis makanan tertentu harus diwaspadai karena dapat berpengaruh terhadap gangguan kesehatan. Menurut pengalaman praktek sehari-hari kasus alergi makanan pada anak cenderung meningkat saat bulan puasa. Sebaiknya orangtua menghindari jenis makanan ringan kemasan yang mengandung bahan pengawet dan beraroma rasa atau warna yang kuat. Minuman bersoda dan sangat pedas sebaiknya dihindarkan. Mulailah berbuka dengan bahan makanan dan minuman pembuka yang manis. Pemilihan makanan yang berkalori dan karbohidrat tinggi saat sahur lebih utama. Secara umum prinsip pemilihan menu makanan dengan gizi yang cukup dan seimbang harus diutamakan.
YANG HARUS DIWASPADAI PADA ANAK
Kondisi umum yang harus diwaspadai dalam melakukan puasa pada anak adalah anak yang mudah sakit (mengalami infeksi berulang), gangguan pertumbuhan, penyakit alergi atau asma serta gangguan perilaku (Autis, ADHD dll). Kegemukan apada anak juga merupakan kondisi yang harus diwaspadai. Pada penderita kegemukan pada anak seringkali terjadi perbedaan komposisi kesimbangan cairan tubuh dan perbedaan fungsi tubuh lainnya. Bila perlu pada kondisi tertentu sebaiknya dilakukan konsultasi ulang pada dokter anak sebelum melakukan ibadah puasa.
Keadaan yang harus dihindari berpuasa pada anak akil baliq adalah penyakit infeksi akut (batuk, pilek, panas), infeksi kronis (tuberkulosis dll), penyakit bawaan gangguan metabolisme, jantung, ginjal, kelainan darah dan keganasan. Meskipun infeksi akut virus seperti batuk, pilek atau panas yang dialami ringan, bila kondisi tubuh turun seperti berpuasa akan menimbulkan resiko komplikasi yang berat.
Pengeluaran kalori yang tinggi pada anak sering diakibatkan pada aktifitas bermain harus disesuaikan dengan kondisi saat berpuasa. Tidak seperti pada manusia dewasa, pada umumnya anak masih belum bisa menakar kemampuan tubuh dan aktifitas sehari-hari. Dalam melakukan aktifitas pada usia anak hanya didominasi kesenangan dan keasyikan bermain. Sebaiknya orangtua membantu mencari kegiatan dan permainan yang sesuai dengan kondisi tubuh saat berpuasa. Sebaiknya dicari permainan yang lokasinya berada di dalam gedung atau tempat teduh, dan saat sore hari menjelang berbuka. Permainan yang menyita tenaga lebih sebaikknya dihindarkan. Peningkatan aktifitas belanja di pusat perbelanjaan saat menjelang lebaran, meskipun tampaknya ringan ternyata sangat menyita energi. Hal ini terjadi karena pengaruh situasi yang nyaman saat belanja. Sebaiknya anak tidak diikutsertakan dalam kegaiatan ini, kalaupun ikut dicari waktu setelah buka puasa.
PENUTUP
Puasa pada anak mungkin dapat dilakukan tetapi harus cermat memperhatikan kondisi normal psikobiologisnya. Sedangkan kondisi psikobiologis setiap anak berbeda dan tidak dapat disamakan. Bila kondisi itu tidak diperhatikan maka puasa merupakan beban bagi mental dan fisik anak. Selanjutnya akan berakibat mengganggu tumbuh kembang anak. Tetapi bila puasa dilakukan dengan mempertimbangkan dengan cermat kondisi anak maka dapat merupakan pendidikan terbaik bagi perkembangan moral dan emosi anak. Buah hatiku, selamat menjalani ibadah puasa.
0 komentar:
Posting Komentar